IKIP Surabaya yang legendaris itu telah berubah menjadi Unesa?

Dikutip dari: http://hurek.blogspot.com/2009/02/haris-supratno-rektor-universitas.html

Berikut petikan wawancara khusus Radar Surabaya dengan Prof Haris Supratno di rumahnya, Kamis (19/2/2009).

Penulis: HOLIDAN dan ZULIA RAHMA
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang Unesa
Magang di Radar Surabaya

IKIP Surabaya yang legendaris itu telah berubah menjadi Unesa? Bisa diceritakan proses perubahan dan implikasinya?

Oke. Pada 1980 sampai 1990 minat masyarakat untuk belajar di IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Surabaya dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Puncaknya, 1997-1998, jumlah mahasiswa hanya sekitar 6.000. Anggapan generasi muda bahwa profesi guru tidak menjanjikan, seperti Oemar Bakri, telah melekat kuat di benak mereka. Dan itu tak lepas dari kenyataan yang ada saat itu.

Nah, mulai 1999, beberapa rektor IKIP negeri mengusulkan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi agar IKIP diubah statusnya menjadi universitas. Gelombang pertama yang diubah adalah IKIP Surabaya, Malang, Jogjakarta, Medan, dan Jakarta. Kemudian, disusul IKIP-IKIP negeri lain pada gelombang kedua. Jadi, total IKIP Negeri yang berubah status menjadi universitas negeri ada 10.

Nama universitas disesuaikan dengan nama kota masing-masing. IKIP Negeri Surabaya menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) karena letaknya di Surabaya. IKIP Negeri Makassar menjadi Universitas Negeri Makassar. Dan seterusnya.

Apa perbedaan utama IKIP setelah menjadi universitas?

Nah, sejak 1999 itu Unesa juga mengalami perluasan mandat. Unesa tidak hanya menyelenggarakan program kependidikan, tetapi juga nonkependidikan. Contoh: Pendidikan Bahasa. Ada Sastra Inggris, Pendidikan Bahasa Indonesia, dan Sastra Indonesia. Begitu juga di Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), ada yang pendidikan, ada ilmu murni, ada yang terapan.

Sejak saat itulah minat masyarakat untuk kuliah di Unesa mengalami peningkatan yang luar biasa. Puncaknya pada 2008 lalu, peminat mencapai 22 ribu pendaftar. Sedangkan yang bisa diterima hanya 4.500 mahasiswa.

Apakah peningkatan peminat ini terjadi di semua jurusan?

Yang paling tajam di PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Pada jalur PMDK mencapai 5.000 pendatar untuk daya tampung yang hanya dua kelas. Belum lagi jalur SNM-PTN dan nonreguler. Sedangkan jurusan yang peminatnya tetap sedikit, bahkan menurun, adalah sejarah dan seni. Ini disebabkan anggapan masyarakat mengenai prospek pekerjaan untuk lulusannya yang kurang begitu menjanjikan.

Saya juga ingin tekankan bahwa bahwa meskipun IKIP Surabaya telah menjadi Unesa, kami tetap mempertahankan status sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Faktor apa yang menyebabkan peminat meningkat sangat tajam?

Menurut saya, ini terkait Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang secara eksplisit mengatur kesejahteraan guru dan dosen. Fasilitas dan tunjangan cukup banyak. Misalnya, tunjangan profesi, maslahat, cuti, dan lain-lain. UU ini mampu mengangkat citra, harkat, martabat, dan status sosial guru menjadi lebih tinggi. Tentu saja, untuk mendapatkan semua itu harus melalui sertifikasi terlebih dahulu.

Bagaimana dengan sarana dan prasarana di Unesa?

Sarana dan prasarana di Unesa dari tahun ke tahun semakin baik. Sejak 1999 ruang kuliah sudah berbasis OHP dan AC. Bahkan, sekarang sudah berbasis ICT.

Dulu, ada anggapan di masyarakat bahwa mahasiswa IKIP itu kebanyakan karena tidak diterima di universitas lain. Apakah masih demikian?

Salah. Sebab, dari dulu pendaftaran penerimaan mahasiswa baru itu dilaksanakan serentak si semua perguruan tinggi negeri. Lebih tepat, dulu, yang masuk ke IKIP itu kemampuannya di bawah mahasiswa perguruan tinggi lain yang sudah populer seperti ITS, Unair, atau UGM.

Sekarang, yang masuk Unesa umumnya lulusan SMA yang memang punya kemampuan. Bahkan, Unesa pun termasuk salah satu kampus favorit. Selain iming-iming prospek menjadi guru dengan gaji yang sangat menjanjikan, masyarakat juga sadar akan pentingnya tenaga pendidik harus memiliki keunggulan yang tinggi.

Apakah lulusan Unesa masih layak menjadi pendidik?

Jelas. Unesa memiliki komitmen untuk terus mencetak pendidik yang andal dan profesional. Unesa menghasilkan dua produk: tenaga pendidik dan scientist. Untuk program nonkependidikan, tidak menutup kemungkinan menjadi tenaga pendidik setelah lulus karena mereka juga dibekali dengan Akta Empat. Mahasiswa program kependidikan juga sudah dibekali dengan berbagai mata kuliah pedagogik semenjak semester pertama. Oleh karena itu, mereka sangat layak menjadi tenaga pendidik.

Apa usul Anda agar lulusan SMA yang bekualitas tertarik pada profesi guru?

Salah satunya, ya, laksanakan Undang-Undang Guru dan Dosen. Kalau itu dilaksanakan, insyaallah, kesejahteraan guru dan dosen menjadi lebih baik.

Bagaimana Anda melihat kondisi umum pendidikan kita sekarang ini?

Alhamdulillah, semakin hari semakin baik. Program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah mulai berhasil. Selain itu, aada pemerataan pendidikan di setiap daerah.

Saya juga melihat pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20 persen dari APBN/APBD di luar gaji guru. Ini sesuai dengan UUD 1945 yang sudah diamandemen. Kemudian ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Hanya saja, kenyataannya, sekarang anggaran pendidikan yang 20 pesen tersebut termasuk juga gaji guru dan seluruh departemen yang menyelenggarakan pendidikan. Misalnya, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Perhubungan, atau Departemen Pertahanan. Jatah tersebut jelas masih kurang mencukupi untuk kesejahteraan guru. (*)

Syariah Ditinggal, Pindah ke Sastra

Meski menjadi orang nomor satu di Unesa, Prof Dr Haris Supratno luwes bergaul dengan siapa saja. Bahkan, ayah dua anak ini lebih senang dipanggil Mas Haris ketimbang Profesor Haris. Dia juga mengaku tidak suka marah kepada siapa pun.

Alasannya, “Marah itu tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan, justru menambah masalah. Dengan marah, mental orang lain turun. Hanya capek yang kita peroleh. Orang juga tidak akan menyayangi dan menghormati kita,” ujar Haris Supratno.

Lahir dari keluarga petani sederhana, Haris dididik dalam lingkungan yang religius. Orangtuanya menginginkan semua anak menguasai ilmu agama. Maka, Haris dibiasakan hidup di pondok pesantren. Ini berlangsung hingga kuliah di Fakultas Syariah Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta.

“Saya merasa lulus dari Fakultas Syariah, sulit mendapatkan pekerjaan. Sehingga, saya pindah ke Fakultas Sastra di Universitas Jember,” ceritanya.

Apakah ini tidak melanggar keinginan orangtua agar agar anak-anak mendalami ilmu agama?

“Yah, boleh dikata saat itu saya mbalelo sama orangtua. Tapi saya akhirnya bisa meyakinkan orangtua bahwa ilmu agama akan pincang kalau tidak disertai ilmu dunia. Keduanya harus berimbang,” kilahnya.

Haris gemar meneliti. Ketika mengambil S-3 di Unair, dia melakukan penelitian di Lombok, Nusa Tenggara Barat, selama lima tahun. Tidak heran, pangkat dan karirnya terus menanjak. Kini, selain memimpin Unesa, Haris masih juga disibukkan sebagai penguji program doktor di berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, dan Unesa. (holidan/zulia)

HARIS SUPRATNO

Lahir : Salatiga, 28 Agustus 1955
Istri : Endah Sulistyowati
Anak : Dedi Rahman Priyanto, Risdyanto Permata Rahardjo
Hobi : membaca dan menulis

Pendidikan
1 SD dan MI Salatiga 1969
2 PGA Magelang 1975
3 Fakultas Syariah UII 1975-1976
4 Fak Sastra Indonesia Unej 1981
5 S-3 Universitas Airlangga 1995
6. Profesor di Unesa 2001

Riwayat Karir
1 1987-1989 Sekretaris Jurusan Bahasa Daerah Jawa Unesa
2 1996-1998 Pembantu Dekan I FBS Unesa
3 1999-2001 Pembantu Rektor I Unesa
4 2000-2001 Plh Rektor
5 2002-2006 Rektor Unesa periode I
6 2006-sekarang Rektor Unesa periode II
7 2009 Ketua umum SNM-PTN dan koordinator nasional pengawas UAN
8 Salah satu konseptor UU Guru dan Dosen serta penyusunan pedoman sertifikasi guru dan dosen.