Ketika Kereta di Tokyo Macet

Beberapa waktu yang lalu, setelah dua hari mengikuti seminar di Reitaku Daigaku, Pak Lurah menyempatkan diri jalan-jalan. Pertama ke Japan Foundation Kita Urawa, kebetulan ada beberapa rekan alumni sedang mengikuti salah satu program di sana (lihat “Berkunjung ke JF”). Betapa sengsaranya perjalanan dari Reitaku Daigaku ke JF. Begitu selesai seminar kira-kira jam 15.40, segera kuseret kaki menuju basutei terdekat. Syukur hanya menunggu kurang lebih dua menit bis datang. Terasa tenggorokan kering dan bahkan sakit seperti menelan isi buah kedondong. Swear, akhir-akhir ini aku kurang minum, ditambah lagi sedotan panasnya dambo minyak tanah yang ada di apartemenku terasa menguras “air” disela-sela kulitku. Jangankan keringat, ludahpun habis di serap oleh panasnya dambo kuso itu.

Sambil minum jus jeruk petto botoru, aku coba menghubungi Zaenurisan yang memang sudah janjian mau ketemuan di Kita Urawa, sempat beberapa kali call tidak sambung, oh mungkin dia ada di chikatetsu atau di JR yang padat. Akhirnya aku putuskan SMS saja. Begitu selesai SMS bis sudah sampai di Minami Kashiwa Eki. Secepatnya aku lari menuju ke eki untuk memberi tiket. Da ga…………… hito ga ippaiiiiiiiiiiiiii. Shinjirarenai hodo ippai. Nani ga hassei shita daroo???????? Ternyata karena terjadi angin kencang, beberapa kereta tidak berani jalan, akibatnya berpengaruh pada lin kereta yang lain. Kusabarkan menunggu dengan seorang teman Korea, 10 menit….. 20 menit…….30 menit……40 menit. Habis sudah kesabaran ini. “Ayo kita minum kopi saja di Mc Donald!”, ajak ku ke teman Korea itu. Kebetulan di stasiun ini ada resto cepat saji yang terkenal itu. “Ayo”, jawabnya singkat. Belum lagi beranjak beberapa teman yang lain dan sensei menghampiri kita. “Saisho no densha ni noroo. So shinaito dame ni nacchau yo”, begitu penjelasan teman itu. Akhirnya kita memutuskan membeli tiket dan masuk ke eki menunggu kereta pertama. Setelah lama menunggu akhirnya tiba juga kereta itu. Huuuuuaaahhhhhhhh ipppaiiiiiiiiiiiiiii. Do shiyo???????? Moo noroo! Noru shika nai yo………… Akhirnya dengan berrrrrrrrrdesak-desakan kita putuskan naik kereta pertama itu, dan entah ke mana kita dibawa pokoknya naik. Kalau tidak naik mana bisa tahan…………… dingiiiiinnnnnnnnn lagi. Lebih baik naik desak-desakan daripada nunggu di eki kedinginan.

Penjelasan dari sensei yang tinggal di Tokyo kalau ada kereta “macet”, naiklah kereta pertama dan ikuti kemana arah kereta itu sampai shuten. Dan ikutlah kembali dengan kereta itu menuju eki yang kamu tuju. Inilah pelajaran pertama jika ada kereta macet.

Memang demikian adanya, begitu kereta itu kembali melewati stasiun tempat kita menunggu tadi, kereta penuh, dan otomatis jika kita tidak naik kereta ini dan menunggunya sampai kembali, kita tidak bisa naik. Sampai di sini yokatttttttaaaa!!….. Da ga, di tiap eki, kereta berhenti lama sekali. Moo sho ga nai yaroo. Di salah satu eki, masuk suami-istri yang sudah tua ikut berdesak-desakan. Bagaimana tega membiarkan mereka berdua berdiri, sementara aku bisa duduk walaupun kaki harus kejepit. Pertama kejepit kaki orang, dan kedua kejepit tas rangselku yang cukup besar. Belum lagi kepikiran oleh-oleh manju yang kubawa dari Nagoya……. Wah jangan-jangan benjut manjuku. Kan malu, mosok bawa oleh-oleh untuk teman sudah pada bonyok! Tapi syukur itu tidak terjadi. Aku pikir, manju sih di mana-mana kan dijual. Tapi, ini manju Nagoya lo, ada capnya “Nagoya no Omiyage” he he he. Biar kelihatan keren, ya harus waza-waza bawa dari rumah to. Mosok beli di Tokyo.

Akhirnya sambil minta maaf dalam hati, aku biarkan mereka berdua berdiri di seberang sana. Maaf Nek! Kek! Aku tidak bisa memberikan tempat dudukku. Dengan alasan, aku wis kuuuuesel ngadeg, sikilku kejepit gak iso ngadeg, aku ngadeg sithik mesti nyundul wong, dan juga alasan warui egoku yang memang tidak mau memberikannya. Gomen ne!

Untuk sampai di Kita Urawa Eki yang paling cepat setidaknya membutuhkan norikae dua kali. Norikae yang pertama tidak ada masalah karena menunggunya “tidak lebih” dari 20 menit. Norikae yang ke dua di Minami Urawa Eki jadi masalah yang sangat menjengkelkan. Begitu masuk ke home kereta yang akan kunaiki langsung saja ngantri nunggu, mendapat paling depan. Kereta tidak datang-datang. Dingin, dinginnya nusuk tulang. Setelah kurang lebih 30 menit menunggu kereta tidak datang, dari hidung tiba-tiba keluar sendiri hanamizu, ndak bisa ditahan. Tapi untung yang keluar hanamizu bukan darah. Ingat naik ke Gunung Fuji, jam 5 pagi tiba-tiba dari hidung keluar cairan, aku kira darah. Karena memang dinginnya minta ampun di puncak gunung Fuji itu. Badan bergetar sendiri karena dingin. Memang persiapan kurang sih. Ndak mbayangin kalo sedingin itu. Tapi lagi-lagi waktu itu juga untung, yang keluar hanya “maaf” umbel…….umbel cair he he he.

Lagi-lagi di eki ini terasa di Gunung Fuji, dinginnnnnnn. Kukencangkan mafura dan kunaikkan sampai menutupi hidung biar hangat. Tak lupa kunaikkan krah jaketku, dan kumasukkan tangan ke saku jaket, lumayan. Sudah 40 menitan menunggu sambil berdiri. Orang-orang ngantri sampai di ujung dekat pintu masuk eki. Apa boleh buat. Padahal tadi sudah ngomong sama Pak Tomuro dan Zaenurisan kalau sebentar lagi sampai di Kita Urawa, karena sudah berada di Minami Urawa, toh hanya 3 eki kan sampai. Tapi menunggunya ini lama. Belum lagi perut ini laparrrrrrrrrrrrr, luweeeeeee. Aku teringat sama Dwisan yang tidak jadi datang di Kita Urawa. Untung kamu ndak keluar untuk naik kereta, kalau iya kan kasihan, cewek kannnnnnnnn. Kalau Zaenuri dan Pak Tomuro biarlah, kan laki-laki. Setelah kira-kira 50 menit, akhirnya datanglah kereta yang ditunggu-tunggu itu. Naik dan berdiri sajalah, kan hanya tiga eki. Begitu sampai di Kita Urawa rasane ……plongggggggggggggggggggg. Jalan seak-seok menuju ke JF, setelah sampai di depan JF, eeeeeeeehhhhhhhh ternyata natsukashii juga ya. Sudah lama tidak ke sini ya ternyata. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh hanya dengan 46 menit, akhirnya tertempuh juga walaupun dengan waktu 3,5 jam. Jam 19.45 sampailah di JF. Setelah salam dan basa-basi dengan security JF, akhirnya sampai juga di lobi JF. Ketemu dengan Teh Mimin, Anis-san (91), Zaenuri-san (2004), Pak Tom (pernah bertugas di Untag Surabaya), Bu Endang (86), Bu Endah (88), Yuni-san (94), dan rekan-rekan Indonesia yang lain. Akhirnya terbayarlah sudah pedute boyok hari ini dengan bertemu rekan-rekan semua.

Di kunjungan kedua aku bertemu dengan Poppy (90). Masih saja seperti yang dulu. Dia sempat cerita kalau pernah ikut jamuan makan malam yang di situ ada mantan Perdana Menteri Jepang, Koizumi.

_mg_6960.jpg

Terus dengan Poppy pula kita dijemput sama Puguh (90) sekeluarga dengan mobilnya. Maunya sih jalan bersama keliling Tokyo naik kereta, apa daya hari itu kereta juga masih macet. Akhirnya cukup makan bersama-sama di restoran Korea. Senang sekali makan bareng dengan nener-nenernya si Puguh. Rupanya aku ningki ga aru di kalangan anak-anake Puguh he he he ge-er.com. Belum lagi si Poppy dan Yoko-san istrinya Puguh sing kepedesen.

file0002a.jpg

file0003a.jpg

Terus siang tadi, hari dimana tulisan omong klobot iki ditulis, Si Ayu (92) mengunjungi Pak Lurah ke Nagoya. Dia sedang ada kerjaan selama satu bulan keliling beberapa kota di Jepang. Takusan hanasete yokatta!!!!!! Arigato one Ayu-san.

p1050115a.jpg

dsc00211a.jpg

Nagoya, 4 Maret 2008

Pak Lurah